Selasa, 04 Mei 2010

Akhir Siklus Sistem Internasional dan Munculnya New World Order: Jatuh Bangunnya Superpower, Pengembangan Tidak Seimbang, dan Non/Multi/Unipolaritas

Akhir Siklus Sistem Internasional dan Munculnya New World Order: Jatuh Bangunnya Superpower, Pengembangan Tidak Seimbang, dan Non/Multi/Unipolaritas

By: Me

Prolog
Apa yang akan muncul dalam benak ketika pertamakali kata "siklus" memasuki telinga? tentu suatu proses "peremajaan" dan penyegaran adalah suatu proses yang pasti terjadi pada suatu siklus. Jika dihubungakan pada sistem internasional, khususnya sistem politik internasional, hal ini akan menuju pada jatuh bangunnya suatu civilization. Proses jatuh-bangunnya peradaban atau civilization adalah hal yang sangat lumrah terjadi. Jika level analisis negara dianalogikan dengan level analisis individu, maka sebuah negara (dalam term realisme negara sebagai pemegang power), adalah sama halnya dengan manusia. Manusia lahir, tumbuh, berkembang, maju, menua, dan akhirnya mati. begitu pula dengan negara. Peradaban-Peradaban besar seperti Mesir Kuno, Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Makedonia, Mongolia, dll. pada akhirnya mengalami declining condition dan mati. Demikian pula dengan negara-negara besar yang ada pada sistem internasional kontemporer. Oleh karena kesadaran mereka akan siklus ini, maka negara-negara besar yang sudah maju berusaha untuk mengatasi permasalahn struktural mengenai siklus ini. paper ini akan berusaha secara verstehen untuk mengekesposisi permasalahan ini. Dalam usaha negara-negara besar (yang notabene adalah negara-negara "tua" yang secara kapital, sudah terakumulasi dengan "baik") untuk mengatasi masalah ini, akan muncul beberapa konsep seperti unevent global development dan konsep non-multi-uni polaritas yang masih diperdebatkan dalam ranah teoritis hubungan internasional.

Jatuh-Bangunnya Superpower
Neoliberal-Institutionalism adalah salah satu teori mainstream Hubungan Internasional yang banyak diwacanakan dan diimplementasikan oleh kaum globalis (yang kebanyakan orangnya adalah penganut mahzab English School). Secara superficial, teori ini mengumandangkan bahwa konstruksi teori mereka adalah berdasarkan idealisme-idealisme internasional dimana negara-negara tidak harus terkurung pada struktur versi neorealisme dimana struktur memaksa negara menjadi "jahat". Tetapi apakah benar kenyataanya demikian? Nietszche dan Foucault mengatakan bahwa ada relasi antara konsep power dan knowledge, oleh karena negara-negara besar ini memiliki akumulasi kapital yang besar, maka knowledge dan moralitas masyarakat akademisi hubungan internasional mengenai neoliberal-institutionalism bisa mereka (negara besar) determinasikan melalui power yang mereka miliki. Untuk mengatasi permasalahan ini Foucault membongkar permasalahan ini dengan konsep genealogi dimana faktor-faktor distorsi, konstruksi dan kepentingan yang membangun sebuah moralitas dan pengetahuan dipertanyakan.
Ditelusuri secara genealogis, teori neoliberal-institutionalism ternyata tidak se-idealis yang selalu didengungkan oleh para penganutnya. Berkaitan dengan jatuh bangunnya superpower yang adalah sebuah siklus yang harus dihadapi oleh setiap entitas negara, maka negara-negara besar berusaha untuk membentuk suatu tatanan dunia baru melalui neoliberal-institutionalisme-nya yang dimana driving force dari bentuk konstruksi neoliberalisme ini, adalah rasa "takut" dari negara-negara besar akan suatu siklus, bahwa setiap negara adalah fail(ing/ed) states dan akan menuju pada tahapan akhir dari suatu siklus tersebut yaitu kematian. Usaha negara-negara besar (dan tua) untuk mengehentikan dan sekaligus mengakhiri siklus nihilisme negara ini adalah dengan membentuk struktur baru atau tatanan dunia baru melalui neoliberalisme.

Pengembangan Global Yang Tidak Seimbang (Uneven Global Development)
Salah satu kritik yang paling mendasar yang sering diajukan kepada neoliberalisme berasal dari neo-marxisme yang melihat permasalahan laten yang disebabkan oleh neoliberalisme, yaitu pendikitomian antara "The Haves" dan "The Have Nots". konstelasi perekonomian dan perpolitikan internasional (dimana keduanya saling mendeterminasi satu sama lain) dari penerapan neoliberalisme secara struktural memaksa konsep "The Haves" dan "The Have Nots" ini terjadi sehingga pada dasarnya, negara-negara dunia ketiga, atau dalam terminologi neo-marxisme disebut sebagai pheriperal countries. Jadi negara-negara dunia ketiga ini adalah "korban" yangh harus di korbankan demi kelangsungan hidup dari negara-negara maju yang sudah pada kondisi declining. Mengapa hal ini harus terjadi? mengapa tidak berjalan secara paralel antara negara berkembang dan maju? dalam sistem neoliberalisme kondisi yang seimbang tidak dapat berjalan. Mengacu pada trickle down effect dengan penerapan terbalik (bottom-up bukan top-down) negara-negara kecil yang masih muda, dan masih dalam tahap berkembang, dimana masa depan dari negara-negara ini masih luas, harus "dikebiri" demi kepentingan negara-negara maju yang hampir mati agar tetap hidup. Dengan cara apa? Sekali lagi dengan menerapkan neoliberalisme sehingga sistem kelas internasional dapat terwujud. Bukan hanya itu saja, dengan adanya institusionalisasi internasional, status quo sistem kelas internasional akan tetap terjaga, dan dengan demikian siklus jatuh-bangun superpower tidak akan terjadi karena institusi internasional yang adalah manifestasi dari neoliberal-institusionalisme tidak akan membiarkan hal ini terjadi dengan alasan, mempertahankan stabilitas internasional melalui sebuah hegemon.

Sistem Polaritas Kontemporer (Non/Multi/Uni-Polaritas)
Eksistensi hegemon dalam mengatur stabilitas internasional secara signifikan terjadi pada waktu perang dingin. Kontrol hegemon terhadap negara-negara proxy sangat terlihat dengan jelas pada sistem politik internasional pada perang dingin. tetap pada era pasca perang dingin, sistem polaritas yang bergantung pada hegemon demi tercapainya stabilitas internasional belum terlihat secara signifikan. Berbagai pihak pun memiliki opini yang beragam mengenai sistem internasional pada masa sekarang ini. Ada yang mengakatan bahwa sistem internasional sepeninggalan bipolaritas antara Uni Soviet dan Amerika Serikat berubah menjadi unipolaritas yang dimana Amerika Serikat bertindak sebagai hegemon tunggal dalam sistem internasional. Ada juga yang mengkatan bahwa setelah berakhirnya sistem bipolar perang Dingin, yang muncul adalah kekuatan-kekuatan baru yang tergabung dalam beberapa organisasi regional yang menjadi saingan-saingan baru bagi Amerika Serikat seperti EU, ASEAN, Mercosur, Comundidad Angina, SAARC, dll. Hal inilah yang banyak disebutkan sebagai multipolaritas dalam hubungan dan sistem internasional. Bahkan ada pendapat yang terlihat “sedikit” radikal dalam menanggapi fenomena polaritas dalam hubungan internasional. Penulis seperti Richard Haas adalah salah satu yang beranggapan bahwa sistem internasional pasca perang dingin adalah sebuah sistem dalam satu tatanan yang nonpolar. Konsep dari nonpolaritas sendiri dalam perspektif penulis cenderung terlihat sebagai suatu bentuk multipolaritas dalam diksi yang berbeda, tetapi Haas menjustifikasi diksi barunya itu dengan mengkontraskan multipolaritas dan nonpolaritas. “In contrast to multipolarity -- which involves several distinct poles or concentrations of power -- a nonpolar international system is characterized by numerous centers with meaningful power”.
Ketiga konsep ini saling berhubungan satu-sama lain, Negara maju untuk "memecahkan" siklus jatuh-bangunnya negara, berusaha untuk menciptakan tatanan dunia baru, dimana negara maju mengandalkan ketidak-jelasan konsep polaritas dengan menerapkan neoliberal-institusionalism sehingga terjadi uneven global development demi kelangsunga hidup negara-negara maju.

Referensi
Brown, Wendy (2005). "Neoloberalism and the End of Liberal Democracy" dalam Edgework: critical essays on knowledge and politics Princeton University Press.
Cunningham, Conor (2002), Genealogy of Nihilism: Philosophies of Nothing & the Difference of Theology, New York, NY: Routledge.
Dahendrof, Ralph (1959). Class and Class Conflict in Industrial Society. Stanford: Stanford University Press
Drehle, David Von. (2006). The Multipolar Unilateralist. http://www.washingtonpost.com/wpdyn/content/article/2006/03/03/AR2006030302055.html diakses pada 19 Maret 2010
Foucault, Michel (1981). The History of Sexuality, vol. 1, Harmondsworth: Penguin.
Haas, Richard N. (2008). The Age of Nonpolarity: What Will Follow U.S Dominance. http://www.foreignaffairs.com/articles/63397/richard-n-haass/the-age-of-nonpolarity diakses pada 19 Maret 2010
Thompson, William R. (1988) On Global War: Historical-Structural Approaches to World Politics. Columbia, SC: University of South Carolina Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar