Sabtu, 19 Juni 2010

Korporat di Mata Dunia dalam Era Globalisasi: Lawan atau Kawan? i

Korporat di Mata Dunia dalam Era Globalisasi: Lawan atau Kawan?
Review Artikel "Corporations: Predatory or Beneficial?" Oleh Jagdish Bhwagwati dalam Buku In Defense of Globalization



Robin Riwanda Mandagie,




Prolog
Adalah hal yang tidak dapat dinafikan lagi bahwasannya dalam era globalisasi ini peran dari korporat multinasional atau multinational corporations (MNCs) begitu ekstensif, bahkan karena begitu ekstensifnya peran dari korporat, maka peran dan entitas dari negara pun menjadi saingan yang siap untuk digantikan oleh MNCs. Karena begitu ekstensifnya peran dari MNCs, maka eksistensi dan peran dari MNCs pada negara (terutama negara yang sedang berkembang) menuai banyak kritik dan resistensi dari pihak-pihak yang anti terhadap MNCs dan merambah kepada ketidaksenangan pihak-pihak tersebut pada proses globalisasi yang semakin intensif dalam beberapa dekade terakhir ini.

Kritik yang semakin meluas pada masyarakat global terhadap eksistensi, peran dan kapabilitas MNCs dalam overcoming suatu negara, membuat Jagdish Bhagwati "tergugah" dengan kondisi semacam ini. Maka dari itu dalam bukunya yang berjudul In Defense of Globalization, dalam bab "Corporations: Predatory or Beneficial" Bhagwati membela peran dan kapabilitas dari MNCs. Dalam tulisannya ini Bhagwati menuliskan pembelaan-pembelaanya melalui kritik-kritik umum terhadap globalisasi dan juga eksistensi dari MNCs yang merupakan pasca-kondisi dari proses globalisasi itu sendiri. Guiding Question utama yang dibahas pada artikel Bhagwati ini adala: Apakah peran MNCs yang begitu ekstensif secara global mengancam peran negara? Apakah eksistensi MNCs dalam investasi-nya terhadap suatu negara adalah hal yang menguntungkan atau sebaliknya? Review ini akan berusaha secara komprehensif dan mendalam dalam menjawab dua pertanyaan diatas berdasarkan paradigma dan perspektif dari Bhagwati.

Fenomena Race to The Bottom yang Tidak Masuk Akal
Colin Hay pernah menuliskan bahwasannya ada wacana yang berkata bahwa negara-negara (terutama negara-negara sedang berkembang dan negara kecil) berlomba-lomba dalam mengendurkan proteksionisme terhadap tariff dan barriers dari perdaganangan internasional. Dengan demikian mereka (negara-negara berkembang) berharap agar MNCs mau berinvestasi pada negaranya. Fenomena semacam inilah yang dinamakan Race to The Bottom. Jadi logikanya adalah bahwa dengan adanya fenomena Race to The Bottom, MNCs mendeterminasi negara dalam hal pertumbuhan ekonomi, hal ini disebut Hay sebagai hiperglobalisasi. Dari tesis hiperglobalisasi ini dapat diambil seuatu kesimpulan bahwasannya negara bergantung pada kapabilitas MNCs dalam memperbaiki kondisi perekonomian dalam negeri. Kritik yang banyak mengalir dalam kasus ini adalah bahwasannya dengan kondisi seperti ini MNCs dapat dengan semena-mena "menyetir" negara dalam menggapai interest dari MNCs. Dalam hal ini Bhagwati tidak mengelak bahwsannya fenomena Race to The Bottom memang terjadi, tetapi efek yang ditimbulkan dari fenomena Race to The Bottom sedikit berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Hay. Bhagwati melihat bahwasannya efeknya justru beneficial antara negara dengan MNCs. Dengan adanya MNCs disuatu negara maka perekonomian suatu negara akan mengalami lajur yang positif yang disebabkan oleh gross domestic products (GDP) yang meningkat oleh karena kesempatan kerja yang bertambah, dan dengan otomatis mengurangi pengangguran. Bukan hanya itu saja, bagi Bhagwati meski dia tidak menolak adanaya fenomena Race to The Bottom hal ini tidak semerta-merta MNCs dapat mendeterminasi peran dan kapabilitas negara. Satu hal yang harus diingat bahwasannya stakeholder yang ada di pihak MNCs tidak hanya satu, tetapi banyak sekali MNCs yang berusaha untuk mencari pasar-pasar (negara) yang kondusif dan menguntungkan tentunya. Dalam hal ini negara yang melakukan Race to The Bottom sangat diuntungkan. Oleh karena rates of profit yang semakin sempit maka persaingan tidak hanya terjadi dalam tingkatan negara, tetapi juga MNCs. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwasannya antara negara dengan MNCs berelasi secara beneficial.

Intrusi Politik dan Isu Eksploitasi Tenaga Kerja
Dalam hal Race to The Bottom salah satu faktor penting yang harus diperhatikan suatu negara dalam menarik investor asing agar berinvestasi di negara tersebut adalah stabilitas politik. Bhagwati memberikan banyak contoh dimana Central Intelligence Agency (CIA) menginterferensi pemerintahan yang tidak menguntungkan bagi pereknomian Amerika Serikat. Dalam hal ini Bhagwati menyampaikan sisi buruk relasi antara negara dengan MNCs. Dalam hal ini Bahgwati terlihat sedikit membingungkan dengan mengatakan bahwa alasan CIA dalam menginterferensi suatu negara yang tidak menguntungkan industri Amerika Serikat adalah Demokratisasi yang berlebihan bagi negara-negara berkembang yang underdeveloped. Baghwati juga mengatakan "Egregious political abuses come to light because democracy permits diverse non-governmental groups and individuals of consience to point the accusing finger at offending corporations and governments. Second, the accusing finger now has more salience in the age of televison and the internet." Dalam kalimat ini jelas yang ditakutkan Baghwati adalah dengan adanya demokratisasi yang berlebihan di negara yang belum siap akan menyebabkan instabilitas politik, dan instablilitas tersebut digunakan oleh oknum-oknum tertentu (accusing fingers) untuk memojokkan MNCs dengan tujuan dan motivasi politik.

Tetapi isu intrusi politik dalam satu dekade ini kurang begitu "menarik" dibandingakn dengan isu neglecting oleh MNCs kepada negara obyek foreign direct investment-nya (FDI). Isu neglect ini dapat dimanifestasikan dalam berbagai hal. Kerusakan lingkungan, disparitas keuntungan antara negara dan MNCs, dan yang lebih intensif dalam kritik adalah isu eksploitasi ketenagakerjaan. Sistem ketenagakerjaan outsourcing menjadi begitu populer bagi MNCs oleh karena efektifitas dan efisiensi yang ditawarkan oleh sistem ini. Dalam kasus Ogoniland, Nigeria, Royal Dutch/Shell dikritik oleh berbagai macam elemen yang ada di Nigeria. Mulai dari kaum environmentalis, sampai pada serikat buruh. Bagi mereka pendapatan yang didapat oleh pemegan modal tidak setara dengan kerja keras yang dilakukan oleh bruh lokal. Counter Bhagwati pada kritik seperti ini sangat cerdas. Bhagwati justru menyampaikan data bahwasannya pada tahun 1997 sekelompok orang muda membajak kapal yang mengangkut barang dagangan milik Chevron - Shell. Tetapi yang mereka tuntut tidaklah sama dengan apa yang disampaikan melalui kritik oleh serikat buruh mengenai eksploitasi. Melainkan mereka menuntut agar dipekerjakan oleh Chevron dan Shell. Dengan ini silahkan disimpulkan sendiri, eksploitasi atau tidak. MNCs lawan, atau kawan.

Referensi:
Bhagwati, Jagdish. (2004). "Corporations: Predatory or Beneficial?" dalam buku In Defense of Globalization. Oxford: Oxford university Press
Hay, Colin.(2008). “Globalization’s Impact on States” dalam John Ravenhill ed., Global Political Economy. Oxford: Oxford University Press



Mohon maaf kalo pengetahuan ekonomi saya kurang... secara saya bukan anak ekonomi.. terlebih ekonomi makro yang masyaallah.... njelimetnya...